Sudah kah Ku mencintai Nya apa adanya??

Kamis, 16 Juli 2009

Salah seorang sahabat terbaik saya yang sudah saya anggap saudara kandung, divonis gastritis oleh dokter bulan kemaren. Namun entah dokter salah vonis ato bukan, kemaren, dokter malah menyuruhnya menggunakan obat paru2 dan check up lebih rutin tapi dokter merahasiakan diagnosa barunya. Informasi itu sontak buat saya mati berdiri. Hati saya ngilu sangat ngedenger dia yang saya sayangi harus menderita seperti itu.
Suatu hari, dia tiba tiba berandai andai ekstrim. “Kak (red:saya), gimana seandainya adikmu ini meninggal nanti?”.

Sejujurnya, pertanyaan itu yang paling buat hati saya mati rasa, tapi saya ingin sekali buat dia tenang dengan keadaannya demikian. Lalu, saya coba jawab “bagaimana seandainya gak ada pertanyaan seandainya, de??”. Dia kebingungan. Lalu saya lanjutkan lagi, “Klo km meninggal, saya cuma bisa bilang 'Innalillahi wainna ilaihi raji'un'.” jawab saya tegar agar dia gak khawatir.

Kemudian saya tanya balik, “Klo seandainya usia kamu tinggal diberi jatah Allah 3 bulan aja, hal apa kiranya yang akan kamu lakuin, de?”. Dia tercenung, dan saya yakin dibenaknya segera saja sederetan rencana-rencana nan muluk-muluk serta mulia melintas.
“Yang jelas, adikmu ini bakal bahagiain orang orang yang ada disekitar adek. Dan mendalamkan cinta adek kepada-Nya.Emmph, Sharusnya adikmu ini bisa tenang, tapi adek malah stress dibuatnya, kak.” jawabnya.

Mendengar jawaban itu saya hanya tersenyum.
“maaf nih, de. Dari jawaban kamu tadi, kamu bakal segera ngabisinnya dalam ketakutan, kemarahan dan kekecewaan y, de?, berarti bisa dibilang waktu itu pasti akan kamu sia-siain.”
“Yupz. Tapi semoga gak gitu Kak! dan Ade blum siap. Huft.” sesalnya. Itu menunjukan kecemasannya uda mulai gak logis.

Saya tersenyum lagi, “seseorang itu gak akan pernah menghasilkan sesuatu hal yang terbaik jika ia terjebak dalam pemilihan tujuan, dek. Tujuan kamu kan mengoptimalkan waktu yang tiga bulan itu kan ya dek??”
tampak terpaksa, diapun mengangguk.
“Nah,Semua orang tau, Tujuan terbaik kita hanyalah Allah. Kamu harus siap de! ” jawab saya.
“iya. ade sadar itu kak. Tapi ade gak siap mati kaya gini kak!”, tangkasnya menjawab.
“Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, yang nyebutin bahwa kita kudu yakin Allah awal dari segalanya n akhir dari segalanya. Yakini itu ya de! Biar kamu bisa tenang. Biar kamu gak stress terus.” tekan saya.
Dia terdiam, setengah tidak mengerti.

“kematian itu gerbang utama menuju keindahan yang Allah rancang untuk mereka yang beriman, dek. Kamu rindu Tuhanmu yang baek itu,kan?? Kamu rindu seseorang yang disana kan dek? tegas saya.
“banget kak, Tapi sy masih pnya keluarga yg bgtu berarti buat sy, itu yang buat sy harus kuat dr ini semua kak”, Dia tertunduk lesu.

“kadang kadang orang yang sedang jatuh cinta itu malah lebih rasional lho de, kalau ditanya kenapa kamu lakuin ini semua, jawabannya biasanya sangat sederhana, “Karena cinta aja!” Kenapa kita gak pernah perlakukan Allah seperti itu, Bukankah Allah itu sebagaimana prasangka hamba-Nya? Jika kita sayang kepada-Nya, apalagi Allah pada kita, dek!” lanjut saya.

Dia termenung sesaat, mencoba memaknai setiap kata.
“jadi, gimana dong kk jawaban semestinya klo adikmu ini tinggal 3 bulan lagi?” tanyanya penasaran.
“santai aja lagi dek. Mau tiga bulan, mau tiga tahun, mau tiga abad, ataupun tiga detik lagi, namanya juga cinta pasti gak sabar pengen ketemu!”. Pertanyaan sesungguhnya,

“Sudahkah kita mencintai-Nya apa adanya??”

2 komentar:

Anonim mengatakan...

suBhanALLah :)

Anonim mengatakan...

bagus mb ceritanya.. jd terharu..
tapi setau sy pasien berhak donk dpt penjelesan yang detail ttg sakitnya..

~ ipin 909 ~ salam kenal..